TEFA Program Keahlian Agribisnis Tanaman Pangan dan Hostikultura
Ketika mendengar kata sekolah kejuruan (SMK) atau jurusan pertanian, gambaran yang muncul mungkin adalah ladang praktik sederhana dan kurikulum yang sedikit tertinggal zaman. Namun, sebuah sekolah di Subang, Jawa Barat, sedang merombak total persepsi tersebut. SMKN 1 Cipeundey Subang membuktikan bahwa sekolah vokasi bisa menjadi ekosistem penyiapan profesional yang modern dan relevan. Mari kita bedah empat pendekatan paling berdampak yang mereka gunakan.
Bukan Sekadar Kebun Praktik: Di Sini Siswa Menjalankan Pabrik Agribisnis Sungguhan
SMKN 1 Cipeundey Subang menerapkan model pembelajaran Teaching Factory (Tefa) pada program keahlian Agribisnis Tanaman Pangan dan Holtikultura (ATPH). Konsep ini mengubah lingkungan sekolah menjadi sebuah unit usaha agribisnis profesional, jauh melampaui sekadar lahan praktik biasa. Siswa tidak hanya belajar teori; mereka terlibat langsung dalam seluruh rantai proses komersial dengan standar operasional industri yang ketat.
Prosesnya dimulai dari pembersihan gulma, dilanjutkan dengan pengolahan lahan menggunakan mesin pertanian seperti traktor untuk memperbaiki struktur tanah. Mereka kemudian melakukan penanaman benih, pemeliharaan rutin, hingga pemupukan presisi menggunakan pupuk NPK. Saat panen, siswa menerapkan standar kualitas—misalnya, kangkung dipanen saat batang mencapai tinggi 25 cm. Proses pasca panen pun tak kalah cermat, mencakup sortasi, pengemasan, hingga menjalankan strategi pemasaran untuk produk nyata seperti kangkung, bayam, jagung manis, sari buah nanas, terong ungu, cabai, dan buah melon.
Model ini terbukti efektif, seperti diakui oleh Nanda Olia Putri, siswi kelas 3 ATPH. “Dengan adanya Tefa, saya merasa senang kompetensi yang saya dapat lebih meningkat dengan proses sesuai SOP yang diharapkan dengan mitra industri,” ungkapnya.
Dari Cangkul ke Code: Bagaimana Petani Masa Depan Dibekali Kecerdasan Buatan (AI)
Siapa sangka siswa jurusan agribisnis kini juga belajar pemrograman? SMKN 1 Cipeundey Subang secara mengejutkan mengintegrasikan mata pembelajaran Coding dan Kecerdasan Artifisial (KKA) ke dalam kurikulum mereka. KKA berfungsi sebagai jembatan krusial antara teori dan praktik di dunia digital, membekali siswa dengan kemampuan berpikir komputasional dan memahami logika pemrograman.
Langkah ini secara fundamental mematahkan citra tradisional pertanian sebagai sektor yang “ketinggalan”. Sebaliknya, sekolah ini secara proaktif mempersiapkan siswanya untuk terjun ke industri agrikultur modern yang semakin padat teknologi, berbasis data, dan menuntut efisiensi berbasis AI.
Kurikulum Dirancang Industri, Bukan Ditinggal Zaman
Salah satu kunci keberhasilan sekolah ini adalah proses “sinkronisasi kurikulum dengan dunia kerja”. Mereka tidak lagi mengandalkan materi ajar yang mungkin sudah usang, tetapi secara aktif menyelaraskan kurikulum dengan kebutuhan nyata industri. Tujuan dari sinkronisasi ini sangat jelas:
• Menyesuaikan materi pembelajaran dengan kebutuhan kompetensi industri terkini.
• Mengembangkan proyek belajar yang berbasis pada tantangan nyata dari dunia kerja.
• Melibatkan praktisi industri secara langsung sebagai pengajar atau mentor bagi siswa.
• Mendorong penggunaan teknologi atau AI sebagai alat inovasi dan efisiensi.
• Mendorong terbentuknya budaya kerja yang profesional, adaptif, dan kolaboratif sejak dini.
Pendekatan ini memastikan setiap lulusan tidak hanya mengantongi ijazah, tetapi juga memiliki kompetensi yang benar-benar relevan dan dicari oleh perusahaan.
Karakter Adalah Kunci: Fondasi yang Dipuji Langsung oleh Industri
Di atas semua keterampilan teknis, SMKN 1 Cipeundey Subang menempatkan pengembangan karakter sebagai prioritas utama. Visi dan misi sekolah ini sangat menekankan nilai-nilai yang terkandung dalam “Pancawaluya” dan “tujuh kebiasaan anak indonesia hebat”.
Hasilnya bukan sekadar retorika, melainkan diakui langsung oleh mitra industri. Edi Sadikin, manajer produksi di Yayasan Merah Putih Kasih JHL, memberikan testimoni yang kuat mengenai kualitas lulusan sekolah ini:
“Saya selaku mitra industri dan pengguna alumni yang bekerja sama dengan SMK 1 Cipeundey Subang merasa bangga dan puas kepada siswa atau siswi SMK tersebut karena mempunyai kedisiplinan yang baik, rajin, bertanggung jawab, dan berjiwa entrepreneur.”
Penempaan karakter inilah yang menjadi fondasi, membuat semua keterampilan teknis yang dimiliki siswa menjadi jauh lebih bernilai dan berdampak di dunia kerja.
Cetak Biru untuk Masa Depan Pendidikan Vokasi
Model yang diterapkan oleh SMKN 1 Cipeundey Subang lebih dari sekadar program inovatif. Ini adalah sebuah cetak biru (blueprint) yang potensial untuk merevitalisasi pendidikan vokasi di seluruh Indonesia. Mereka menunjukkan bahwa dengan visi yang tepat, SMK bisa menjadi kawah candradimuka bagi para profesional masa depan.
Jika setiap SMK mampu membangun ekosistem serupa, bayangkan seberapa besar lompatan kualitas tenaga kerja siap pakai yang bisa dihasilkan oleh Indonesia?



